Orang jawa bilang, Desember itu gede-gedenya sumber.
Akhirnya pada bulan Desember, sumber atau mata air sedang besar-besarnya karena
Desember adalah musim penghujan. Pada musim penghujan, hujan turun hamper
setiap hari. Aliran sungai pun sering meluap dan sumur-sumur penuh terisi. Di
satu sisi, kita bersyukur saat musim penghujan dating karena kemarau tak
berkepanjangan. Tak terbayang betapa susahnya menjalani hidup jika musim
kemarau berkepanjangan. Namun di sisi lain, kita juga sering ketar-ketir sangat
musim hujan tengah lebat-lebatnya. Banjir, tanah longsor, dan badai kerap
menjadi ancaman yang mengerikan. Bahkan bisa jadi jauh lebih mengerikan
daripada kemarau panjang.
Apalagi jika mengingat bahwa zaman ini adalah zaman
yang mendekati akhir. Ada banyak bencana alam sebagai tanda akhir zaman yang
kerap muncul. Salah satunya adalah banjir bandang yang menghancurkan dan hujan
tahunan tapi tak menumbuhkan tanaman. Rasulullah bersabda :
“Hari kiamat tidak akan
terjadi sampai datangnya hujan deras yang menghancurkan rumah-rumah dari tanah
liat (semen) dan tidak ada bangunan yang mampu bertahan kecuali rumah yang
terbuat dari bulu.”
(HR. Ahmad).
Rasulullah juga bersabda, “kiamat tidak akan terjadi sampai manusia di hujani hujan setahun
namun bumi tak menumbuhkan apapun.” (HR. Ahmad)
Air, api, tanah, dan udara merupakan unsure alam
yang kekuatannya sangat sulit dibendung. Jika sudah banjir, apalagi disertai
badai, rasa-rasanya tak tersisa lagi tempat bersembunyi. Bangunan yang kokoh
bisa roboh karena pondasinya tergerus arus. Pohon tumbang dan tanaman rusak,
jembatana dan jalanan ambrol, listrik padam dan kehidupan serasa terhenti.
Banjir seperti sapu jagad yang meluluh lantakan bumi. Jangankan hujan setahun,
hujan deras seharian penuh saja dapat menyebabkan banjir yang bisa
menenggelamkan satu kota dengan setinggi lutut. Bahkan gerimis beruntun selama
dua hari pun sudah cukup membuat orang menjadi khawatir.
Ada yang mengartikan, hujan yang tidak menumbuhkan
tanaman adalah hujan asam. Hujan asam adalah hujan dengan kadar Ph rendah, dari
kadar normal sebesar 6 menjadi 5 atau 4. Jika hujan dengan kadar keasaman
normal berfungsi melarutkan mineral dalam tanah, hujan asam justru akan merusak
tanaman bahkan tanah. Penyebab hujan asam adalah aktifitas industri, kendaraan
bermotor, dan pembangkit listrik. Gas-gas yang dihasilkan terbawa angin menuju
atmosfer lalu menjadi hujan asam. Akibat terbesar dari adanya hujan asam adalah
menipisnya bahan pangan (paceklik).
Dalam riwayat lain disebutkan, “musim paceklik bukanlah musim saat mana hujan tidak pernah turun, akan
tetapi musim paceklik adalah musim ketika hujan turun tapi tidak menumbuhkan
tanaman.” (HR. Ahmad)
Tapi beginilah kondisi akhir zaman. Tidak ada yang
bisa disalahkan selain manusia sendiri. Terjadinya berbagai macam musibah,
khususnya banjir disebabkan oleh manusia itu sendiri. Sebuah akibat dari
kesalahan yang menumpuk dari hari ke hari. Kesalahan dari segi kauni maupun
syar’i. secara kauni, kesewenangan dan kedzaliman manusia terhadap alam menjadi
pangkalanya. Ketika mengubah lahan serapan air menjadi bangunan, mereka hanya
berorientasi uang tanpa memperhatikan keseimbangan alam. Kebiasaan buruk
membuang sampah sembarangan pun menjadi penyakit yang entah kapan bisa dibasmi.
Saat musim hujan dating, banjir pun rutin terjadi. Adapun secara syar’I,
musibah yang dating seringnya adalah hukuman akibat dosa yang kian banyak
dilakukan. Dosa individu maupun kolektif. Dan seperti kita tahu, adakalanya
Allah menimpakan hukuman yang merata, dirasakan oleh yang maksiat maupun yang
taat.
Allah berfirman yang artinya, “Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang dzalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat
keras siksaan-Nya.” (QS. Al-anfal: 25)
Tujuan dari firman Allah swt diatas tentu saja bukan
sekedar menakut-nakuti dan membuat khawatir. Sabda mengenai berbagai peristiwa
di akhir zaman merupakan peringatan bagi mukmin agar waspada. Kalaupun terpaksa
harus ikut merasakan, minimal tidak ikut andil menjadi penyebabnya. Tidak
menjadi oknum yang menebangi hutan sembarangan, tidak membuang sampah
sembarangan dan bukan pelaku kemaksiatan besar yang menyebabkan turunnya
hukuman. Jangan sampai kita mengeluh atas musibah yang menimpa, padahal secara
tak sadar kita juga menjadi salah satu oknum penyebabnya.
Nasalullaha al ‘afiyah, semoga Allah melindungi kita dari
semua bencana. Dan jika kita diuji dengan musibah dan bencana, semoga kita
dapat bersabar dan apa yang hilang diganti oleh Allah. Rasulullah mengajarkan,
ketika tertimpa musibah hendaknya memohon pahala dan kesabaran serta ganti yang
baik dalam doa : “Ya Allah, berilah
pahala atas musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik.”
Wallahua’lam. (T. Anwar)