Senin, 22 Desember 2014

AQIDAH RAJ’AH DAN FILM HORROR



                Raj’ah adalah salah satu dari sederet akidah sesat kelompok yang menisbatkan dirinya kepada islam, yaitu Syi’ah. Mereka berkeyakinan bahwa ada kebangkitan dari alam kubur sebelum datangnya hari kiamat. Salah seorang ulama Syi’ah Muhammad al-Hasan al-Hariri berkata dalam kitabnya, “ketahuilah bahwa raj’ah adalah hidup kembali setelah mati sebelum datangnya hari kiamat.” (al-liqodz minal Hajah bil Burhan ala raj’ah)

Sabtu, 20 Desember 2014

Malam Minggu Jalan Sama Siapa??

Bismillah ...
Ada yang becanda bertanya "
Malam Minggu ini Mau jalan sama PACAR atau
sama BABI?", lalu yang ditanya malah balik
nanya " lho... apa maksudnya? ",
mari coba baca dan pahami maksud hadis
berikut:
Hadis Rasulullah SAW:
"Berkumpul-kumpul dengan Hewan BABI
(khinzir) lebih baik daripada bersentuhan (secara sengaja) dengan wanita yang bukan Muhrim. (HR. Ibnu Majah).

Minggu, 30 November 2014

Memastikan Rasa

Banyak orang yang memiliki perasaan kepada orang lain. Namun, malas memastikannya. Memiliki rasa lantas berbunga-bunga, tebar pesona kesana kemari demi menarik sang pujaan hati.
Banyak orang yang malas memastikan perasaannya sendiri. Apakah sekedar perasaan sepintas karena paras yang yang menawan? Atau pada lakunya yang santun? Apakah sebuah kekaguman saja kepada seseorang? Apakah hanya sebuah rasa penasaran kepada orang tersebut?
Aku sudah memastikan perasaanku kepada seseorang selama lebih dari sekian tahun dan aku belum bisa mengenalinya dengan baik. Apakah ini benar-benar perasaan yang baik? Ataukah sekedar hasrat yang aku tanggapi secara berlebihan?
Aku tidak mengungkapkannya kepada siapapun, berhati-hati dalam berlaku. Aku tetap saja tidak bisa mengenalinya. Bukan, bukannya aku takut untuk mengatakan, bukannya aku takut untuk menunjukkan. Aku hanya takut kalau perasaan ini bukanlah sesuatu yang seharusnya dituruti. Seperti gejolak-gejolak yang tidak selayaknya diladeni. Aku takut ini hanya sebuah perasaan senang kepada tantangan, sebagai seorang laki-laki yang suka tantangan. Rasa penasaran kepada seseorang yang jika rasa penasaran itu hilang, lantas perasaan itu tidak menjadi bermakna sama sekali.
Aku memastikannya lebih dari sekian tahun. Dalam keberjalanannya pun aku tertarik dan memiliki perasaan kepada yang lain. Lalu aku mempertanyakan perasanku yang pertama tadi. Benarkah aku benar-benar memiliki perasaan kepadanya, mengapa aku tertarik dengan yang lain?
Aku terus mempertanyakannya, memastikan seluruh perasaan itu yang terkumpul menjadi satu. Menganalisanya satu persatu mana yang benar-benar rasa, mana yang sekedar kagum. Mana yang sekedar terpikat paras, mana yang sekedar main-main.
Aku mempertanyakannya hingga hari ini, hari ketika aku masih belum juga mengenalinya. Sampai pada titik dimana aku merasa ada satu hal yang berbeda dari rasa-rasa yang lain, yaitu aku selalu kembali kepadamu. Perasaan itu selalu kembali kepadamu.
Aku tahu ini bukan jawaban yang singkat, nyaris seumur sekolahku aku mencari jawabannya. Sekalipun aku sudah berusaha menghilangkannya. Kini aku berdamai pada diriku sendiri, aku tahu aku selama ini bergerak menujumu. Perasaan itu hanya perlu dipatri pada satu tempat agar tidak kemana-kemana lagi.
Memastikannya membutuhkan waktu yang berbeda setiap orang, bahkan ada yang bertahun-tahun. Delapan tahun? Sembilan tahun? Bahkan lebih. Memendamnya hanya untuk memastikan, benarkah?
Hingga pada jawaban terakhir ketika setiap pemilik rasa mau dan mampu berdamai dengan perasaannya. Ada yang menemukan jawabannya ternyata benar atau ternyata selama ini salah. Ada yang kemudian mundur dengan bahagia. Ada pula yang memastikannya hanya butuh bilangan bulan sejak merasa pertama kali.
Dan untuk memastikannya membutuhkan kesabaran dan ketekunan pendekatan kepada Tuhan.
Tak perlu disyiarkan kepada seluruh dunia agar tahu, tak perlu diwujudkan dalam laku yang norak untuk mencuri perhatian. Diamlah dan dengarkan nasihatku; pastikanlah, pastikanlah, pastikanlah.
Agar kamu tidak seperti pemuda yang tergesa-gesa mengungkapkan perasaanya, pemuda yang terpedaya oleh angan-angannya sendiri.
-Kurniawan Gunadi-

Jumat, 31 Oktober 2014

Jawaban Cerdas Syeikh Asal Suriah

Ketika kelompok Taliban menghancurkan patung Budha raksasa di Afghanistan, saya sedang di Paris. Ketika itu seorang wartawan bertanya kepada saya, "Bagaimana hukum Islam terkait penghancuran patung Budha di Afghanistan?"
Dalam benak saya, ini merupakan pertanyaan sensitif. Memang, dari pertanyaan-pertanyaannya, wartawan ini terkesan anti-Islam, tapialhamdulillah ,sekarang dia sudah menjadi muslim.
Saya katakan kepada wartawan itu, “Saya kira kamu akan bertanya apa hukum muslim Afghanistan yang membunuh saudaranya yang sesama muslim. Ternyata yang kamu tanyakan hanyalah masalah batu. Nyawa orang Afghanistan bagi kalian tidak ada apa-apanya, batu lebih penting."
Lanjutku, "Afghanistan adalah wilayah yang sudah lama dihuni manusia. Islam masuk ke Afghanistan sejak 1400 tahun lalu. Selama 1400 tahun itu, sudah banyak orang shaleh, ulama, orang baik, orang berani, orang kuat, yang jauh lebih dari Taliban itu. Tapi tidak pernah ada yang menghancurkan tempat ibadah agama lain ataupun sesuatu yang disucikan oleh agama lain. Itu berarti, kasus ini tidak ada hubungannya dengan Islam dan Hukum Islam sedikit pun. Ini masalah politik. Jika masalah politik, saya tidak paham. Silakan kamu tanya ke mereka,” ujar saya kepada wartawan itu sambil menunjuk ke arah kerumunan para Menteri.
Beliau adalah Prof. Dr. Tawfik Ramadhan al-Buty. Cerita ini disampaikan kepada Ustadz Saief Alemdar di Kantor beliau. Beliau adalah Ketua Asosiasi Ulama Syam sekaligus Dekan Fakultas Shariah Universitas Damaskus.

Sabtu, 25 Oktober 2014

Cermin Diri

Sebelum kita memberikan cermin kepada orang lain, sebaiknya kita lebih dulu bercermin pada diri sendiri. Pantaskah kita membenci orang lain sedangkan perilaku kita tak jauh lebih buruk. Pantaskah kita menghina orang lain sedangkan diri kitapun hina. Pantaskah kita membicarakan aib orang lain sedangkan diri kita sudah penuh dengan aib. Sungguh, Maha Suci Allah dengan segala asma-Nya.
Seringkali diantara kita membicarakan orang lain dengan komentar atau kritik yang tidak mengenakkan, tanpa disadari bahwa ternyata diri kita lebih buruk dari orang yang kita bicarakan itu.
Astaghfirullah… Bercerminlah kawan sebelum kita memberikan cermin kepada orang lain. “Mulutmu adalah harimaumu”, apa yang kita bicarakan bisa menjadi boomerang bagi diri kita, baik buruk yang keluar dari lisan kita merupakan cerminan hati kita.
Rasulullah bersabda: “Orang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Allah berfirman: “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Israa’ [17]: 36) “Tidak suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50]: 18)
Alangkah baiknya untuk kita, tidak sibuk mengurusi keburukan orang lain, lucunya ternyata keburukan kita juga diurus oleh orang lain.
Artinya, kita tak sadar bahwa selama kita membicarakan keburukan orang lain, dibalik itu kita pun juga dibicarakan oleh orang lain. Uruslah keburukan diri kita sendiri, perbaikilah selagi Allah masih memberikan waktu dan kesempatan.
Jadi, kemanapun pergi jangan lupa selalu membawa cermin untuk diri kita :)

Masuk Surga atau Neraka Melalui Persahabatan


SEORANG sahabat bisa lebih baik dan lebih
dekat dari pada saudara atau keluarga,
sahabat juga bisa menjadi seorang yang lebih
jahat dari pada penjahat sekalipun. Itu semua
tergantung bagaimana cara kita berteman, dan
teman seperti apa yang kita pilih.

Islam selalu menuntun kita kepada hal yang
baik. Dalam hal persahabatan juga, pertama
dalam hal niat kita diperintahkan untuk
meniatkan dalam persahabatan hanya untuk
menggapai ridho Allah, bukan untuk
kepentingan pribadi atau golongan. Dan
sebagai contoh adalah persahabatan antara
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat-sahabatnya.

Coba renungkan ayat berikut:
ﺎَّﻟِﺇ ٌّﻭُﺪَﻋ ٍﺾْﻌَﺒِﻟ ْﻢُﻬُﻀْﻌَﺑ ٍﺬِﺌَﻣْﻮَﻳ ُﺀﺎَّﻠِﺧَﺄْﻟﺍ َﻦﻴِﻘَّﺘُﻤْﻟﺍ
Artinya : “Teman-teman akrab pada hari itu
sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian
yang lain kecuali orang-orang yang
bertakwa,” (QS. Az-Zukhruf: 67).

Ali bin Abi Thalib menafsirkan ayat diatas: Dua
sahabat yang didasari oleh iman dan dua
sahabat yang didasari kekufuran.
Setelah salah seorang dari sahabat yang
beriman meninggal, dia diberitakan akan
tempatnya di surga. Maka, diapun ingat
terhadap sahabatnya yang masih hidup, dan
berdoa, “Ya Allah, bahwa si fulan itu adalah
sahabat hamba. Dia selalu mengingatkan
hamba untuk taat kepadaMu dan taat kepada
RosulMu. Dan memerintahkan hamba untuk
selalu berbuat baik dan menjauhi yang
mungkar. Dan juga mengingatkan hamba akan
kematian. Ya Allah, janganlah Engkau sesatkan
dia dan perlihatkanlah kepadanya balasan
(surga) sebagaimana Engkau perlihatkan
kepada hamba. Dan ridhoilah dia sebagaimana
Engkau meridhoi hamba.” Maka dikatakan
kepadanya, “pergilah (ke surga) dan jika kamu
mengetahui apa balasan untuknya niscaya
kamu akan banyak tertawa dan sedikit
menangis.”

Dan tatkala yang satunya meninggal, ruh
mereka berdua dikumpulkan dan mereka
berdua diperintahkan untuk memuji satu sama
lain. Maka mereka saling mengatakan, “sebaik-
baiknya saudara, dan sebaik-baiknya teman.”

Salah satu sahabat yang kafir meninggal, dan
diberi kabar tentang tempatnya di neraka.
Maka diapun ingat terhadap sahabatnya. Maka
dia berdoa, “Ya Allah, si fulan adalah
sahabatku, dia selalu memerintahkanku untuk
bermaksiat kepadaMu dan RosulMu. Dan
memerintahkanku untuk mengerjakan hal-hal
yang buruk dan menjauhi hal-hal yang baik.
Dan mengatakan kepadaku bahwa aku tidak
akan bertemu denganMu. Ya Allah, janganlah
Engkau beri hidayah kepadanya sampai Engkau
melihatkan balasan atasnya seperti balasan
atasku. Dan bencilah dia sebagaimana engkau
membenciku.”

Ketika sahabat yang satunya meninggal,
dikumpulkanlah ruh mereka berdua dan
diperintahkan untuk saling mencela, maka
mereka saling mengatakan, “seburuk-buruknya
saudara, dan seburuk-buruknya teman.” Ibnu
Abbas berkata, “Setiap sahabat akan menjadi
musuh kelak di akhirat kecuali yang menjadikan
ketakwaan sebagai dasar dalam
persahabatan.”

Sudahkan sobat memiliki sahabat yang selalu
mengingatkan akan ketaatan kepada Allah dan
RosulNya ? Yang paling penting adalah,
sudahkah sobat menjadi seorang sahabat yang
selalu mengingatkan sahabat lain dalam
kebaikan?
Untuk itu mari kita menjalin persahabatan satu
sama lain dan saling mengingatkan hal yang
baik.

Maaf Dirumah Kami Tidak Ada 'Mahabarata'

SUNGGUH tak layak bagi keluarga muslim
untuk menyetiakan diri di depan layar televisi
sambil bersimpuh khusyu’ menonton
Mahabarata, Khrisna, Mahadewa, dan
sejenisnya yang merupakan parade kisah
sesembahan-sesembahan orang musyrik. Ini
adalah virus akidah yang tak layak berakar di
beranda rumah seorang muslim yang meyakini
hanya Allah sebagai satu-satunya sesembahan
yang berhak disembah dengan benar.
Sungguh kisah-kisah fiktif yang merupakan
rentetan kisah yang mereka dewakan bukanlah
nutrisi, madu atau susu yang harus disuplai di
hadapan anak-anak termasuk di hadapan
orang tua sendiri. Suapan-suapan kisah yang
ada justru akan menjadi virus yang akan
menghantam jantung akidah seorang muslim.
Rasanya begitu memilukan sekiranya keluarga
muslim menjadi hamba bagi kisah fiktif
Mahabarata. Mereka menyediakan dan
mengkhususkan waktu untuk mendengar,
menonton dan menikmati kisah dusta lagi
kufur.
Tak ada risih. Tak ada rasa malu terhadap
mushaf al-Quran yang ada di rak. Tak ada
malu terhadap al-Qur’an yang tersimpan dalam
dada. Tak ada risih terhadap maksiat yang
diperagakan oleh artis India itu. Begitu asyik
dan begitu menikmati.
Kesetiaan mereka untuk duduk di majelis
tontonan ini menandakan adanya ketertarikan
terhadap kisah yang ada. Dewa dan anak dewa
yang ditokohkan oleh lelaki dan wanita yang
mempertontonkan aurat telah mampu menarik
hati sebagian kaum muslimin.
Bagaimana mungkin keluarga muslim duduk
asyik mencerna potongan-potongan kisah
orang musyrik?
Dimanakan wibawa bulan-bulan haram yang
mestinya dimuliakan? Kenapa justru
membiarkan kisah Mahabarata menjadi suapan
dan tuntutan?
Sungguh, kesempurnaan tauhid tergapai apik
dengan meninggalkan sesembahan lain
termasuk kisah picisannya. Ketika Islam
mengharamkan parade ritual kesyirikan yang
dilakoni millah lain maka Islam mengharamkan
pula kaum muslimin untuk larut dalam kisah-
kisah mereka.
Allah berfirman:
ﻓﺎﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ﺍﻟﺮﺟﺲ ﻣﻦ ﺍﻷﻭﺛﺎﻥ ﻭﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺰﻭﺭ
“. . .Maka jauhilah penyembahan berhala yang
najis itu dan jauhilah pula qaula az-zur.” (QS
al-Hajj: 30)
Para ulama menyebutkan bahwa makna “qaul
az-zur” adalah semua ungkapan-ungkapan
yang diharamkan termasuk pula ungkapan
dusta. Para ulama juga menjadikan tontonan
terhadap “qaul az-Zur” adalah hal yang haram.
Lihatlah Allah menggandengkan larangan
terhadap “qaul az-zur” dengan larangan
menjauhi sesembahan dan berhala. Anehnya,
justru sebagian kaum muslimin menjadikan
kisah Mahabarata dan sejenisnya yang lebih
dari “qaul az-zur” sebagai hiasan mata dan
telinga di depan layar kaca.
Rumah kita adalah rumah cahaya yang
dipenuhi dengan binar dan kemilau ilmu dan
amal. 
Rumah kita adalah bahtera untuk
menyelematkan penghuninya dari terpaan
ganasnya gelombang fitnah sehingga kelak
berlabuh syahdu di taman Surga dengan
kehendak Allah Rabb alam semesta.
Rumah kita adalah rumah al-Qur’an yang di
dalamnya terbaca ayat-ayat Allah agar
terpahami dengan baik titah-titah Rabb hingga
menjadi pedoman untuk mengukuhkan iman di
musim kemarau yang menggersangkan mata
air takwa.
Rumah kita adalah rumah al-Qur’an yang
ayat-ayatnya terlantukan oleh para
penghuninya agar qalbu tersirami dengan
Kalam Rabbina bak musim hujan yang
menyirami pohon-pohon hingga ia menyemikan
bunga-bunga iman.
Rumah kita adalah madrasah mini yang
didalamnya dibacakan hadits-hadits yang
merupakan konsep hidup sang nabi shllallahu
‘alaihi wasallam hingga para penghuninya
memahami dengan baik bahwa sang nabi
adalah teladan dalam segala lini kehidupan ini.
Tak ada teladan lain selain keteladan yang
pernah diperagakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasalllam. Tak ada sosok lain yang
lebih mengagumkan dan layak dikagumi selian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalllam. Tak
ada kisah lebih heroik yang pernah terkisahkan
di muka bumi sepanjang masa dibandingkan
kisah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalllam.