Sabtu, 25 Oktober 2014

Maaf Dirumah Kami Tidak Ada 'Mahabarata'

SUNGGUH tak layak bagi keluarga muslim
untuk menyetiakan diri di depan layar televisi
sambil bersimpuh khusyu’ menonton
Mahabarata, Khrisna, Mahadewa, dan
sejenisnya yang merupakan parade kisah
sesembahan-sesembahan orang musyrik. Ini
adalah virus akidah yang tak layak berakar di
beranda rumah seorang muslim yang meyakini
hanya Allah sebagai satu-satunya sesembahan
yang berhak disembah dengan benar.
Sungguh kisah-kisah fiktif yang merupakan
rentetan kisah yang mereka dewakan bukanlah
nutrisi, madu atau susu yang harus disuplai di
hadapan anak-anak termasuk di hadapan
orang tua sendiri. Suapan-suapan kisah yang
ada justru akan menjadi virus yang akan
menghantam jantung akidah seorang muslim.
Rasanya begitu memilukan sekiranya keluarga
muslim menjadi hamba bagi kisah fiktif
Mahabarata. Mereka menyediakan dan
mengkhususkan waktu untuk mendengar,
menonton dan menikmati kisah dusta lagi
kufur.
Tak ada risih. Tak ada rasa malu terhadap
mushaf al-Quran yang ada di rak. Tak ada
malu terhadap al-Qur’an yang tersimpan dalam
dada. Tak ada risih terhadap maksiat yang
diperagakan oleh artis India itu. Begitu asyik
dan begitu menikmati.
Kesetiaan mereka untuk duduk di majelis
tontonan ini menandakan adanya ketertarikan
terhadap kisah yang ada. Dewa dan anak dewa
yang ditokohkan oleh lelaki dan wanita yang
mempertontonkan aurat telah mampu menarik
hati sebagian kaum muslimin.
Bagaimana mungkin keluarga muslim duduk
asyik mencerna potongan-potongan kisah
orang musyrik?
Dimanakan wibawa bulan-bulan haram yang
mestinya dimuliakan? Kenapa justru
membiarkan kisah Mahabarata menjadi suapan
dan tuntutan?
Sungguh, kesempurnaan tauhid tergapai apik
dengan meninggalkan sesembahan lain
termasuk kisah picisannya. Ketika Islam
mengharamkan parade ritual kesyirikan yang
dilakoni millah lain maka Islam mengharamkan
pula kaum muslimin untuk larut dalam kisah-
kisah mereka.
Allah berfirman:
ﻓﺎﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ﺍﻟﺮﺟﺲ ﻣﻦ ﺍﻷﻭﺛﺎﻥ ﻭﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺰﻭﺭ
“. . .Maka jauhilah penyembahan berhala yang
najis itu dan jauhilah pula qaula az-zur.” (QS
al-Hajj: 30)
Para ulama menyebutkan bahwa makna “qaul
az-zur” adalah semua ungkapan-ungkapan
yang diharamkan termasuk pula ungkapan
dusta. Para ulama juga menjadikan tontonan
terhadap “qaul az-Zur” adalah hal yang haram.
Lihatlah Allah menggandengkan larangan
terhadap “qaul az-zur” dengan larangan
menjauhi sesembahan dan berhala. Anehnya,
justru sebagian kaum muslimin menjadikan
kisah Mahabarata dan sejenisnya yang lebih
dari “qaul az-zur” sebagai hiasan mata dan
telinga di depan layar kaca.
Rumah kita adalah rumah cahaya yang
dipenuhi dengan binar dan kemilau ilmu dan
amal. 
Rumah kita adalah bahtera untuk
menyelematkan penghuninya dari terpaan
ganasnya gelombang fitnah sehingga kelak
berlabuh syahdu di taman Surga dengan
kehendak Allah Rabb alam semesta.
Rumah kita adalah rumah al-Qur’an yang di
dalamnya terbaca ayat-ayat Allah agar
terpahami dengan baik titah-titah Rabb hingga
menjadi pedoman untuk mengukuhkan iman di
musim kemarau yang menggersangkan mata
air takwa.
Rumah kita adalah rumah al-Qur’an yang
ayat-ayatnya terlantukan oleh para
penghuninya agar qalbu tersirami dengan
Kalam Rabbina bak musim hujan yang
menyirami pohon-pohon hingga ia menyemikan
bunga-bunga iman.
Rumah kita adalah madrasah mini yang
didalamnya dibacakan hadits-hadits yang
merupakan konsep hidup sang nabi shllallahu
‘alaihi wasallam hingga para penghuninya
memahami dengan baik bahwa sang nabi
adalah teladan dalam segala lini kehidupan ini.
Tak ada teladan lain selain keteladan yang
pernah diperagakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasalllam. Tak ada sosok lain yang
lebih mengagumkan dan layak dikagumi selian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalllam. Tak
ada kisah lebih heroik yang pernah terkisahkan
di muka bumi sepanjang masa dibandingkan
kisah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalllam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar