Kamis, 23 Oktober 2014

Aku Mencintaimu, Kamu Tak Perlu Tahu

Itulah cerita tentang Bumi, laki-laki seusia kita yang sedang diam-diam menyukai adik kelasnya. Namanya Mentari.


Hampir setiap hari Bumi mencuri pandang kepada Mentari. Tapi namanya saja Mentari, setiap kali berusaha melihatnya. Bumi cepat-cepat menunduk, silau. Bumi selalu merasakan kehadirannya, merasakan kehilangannya ketika malam tiba.

Resah sekali laki-laki ini. Setiap hari tak pernah terlewatkan hatinya menyebut nama Mentari dan selalu lebih dari sekali, minimal 5 kali sehari. Aku yang mengenal Bumi pernah menasihatinya, mengapa ia tak mengungkapkannya saja kepada Mentari? Bumi menolak mentah-mentah.

"Kau tahu Kawan? Seandainya aku mengungkapkannya, akan ada banyak hal yang hancur."

Aku tidak mengerti, apanya yang hancur?

Paling tidak aku tahu jika Bumi mencintai Mentari sebagaimana dulu Ayahku pertama kali bertemu Ibu Malu-malu memandang, enggan-enggan mendekat. Dan Bumi, laki-laki dengan caranya sendiri, mendekati Mentari dengan cara yang tidak pernah aku pahami.

"Aku mendekatinya dengan doa, Kawan."

Ayolah, Mentari itu menarik sekali. Auranya begitu dekat, kita bisa merasakan kehadirannya ketika memulai hari. Merasa begitu kesepian tanpanya di malam hari. Seolah kehilangannya adalah akhir dunia.

Tentu saja, kehilangan Mentari benar-benar akan menjadi akhir dunia bagi Bumi. Kisah yang kapan selesainya ini, aku semakin tak mengerti. Bumi tetap saja di tempatnya.

"Aku mencintainya dan dia tidak perlu tahu."

"Aku yakin. Pada masanya, Tuhan sendiri yang akan memberitahu dan kami dengan sendirinya akan mendekat, bersabarlah untuk waktu itu Kawan."

Aku mengalah, gemas bukan main menasihati orang-orang seperti Bumi. Disaat penduduk planet ini mengungkapkan perasaannya semudah memesan es teh di warung makan. Bumi enggan. Mentari tidak pernah tahu, entah sampai kapan.

"Kira-kira, apa kamu tahu perasaan mentari?" aku bertanya kepada Bumi.

"Aku yakin dia juga mencintaiku."

"Kau yakin sekali!"

"Bukan cinta kalau ia tidak membuatmu yakin," Bumi tersenyum penuh arti.

Aku masih tidak mengerti apa yang dia katakan.


-Kurniawan Gunadi-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar